Era New Public Management
Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektor
publik yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku,
birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel
dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut bukan sekedar perubahan kecil
dan sederhana. Perubahan tersebut telah mengubah peran pemerintah terutama
dalam hal hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Paradigma baru yang
muncul dalam manajemen sektor publik tersebut adalah pendekatan New Public Management.
Model New PubIic Management mulai dikenal tahun 1980-an dan kembali populer
tahun 1990-an yang mengalami beberapa bentuk inkarnasi, misalnya munculnya konsep
"managerialism" (Pollit, 1993);
"market-based public administration"
(Lan, Zhiyong, and Rosenbloom, 1992); "post-bureaucratic
paradigm" (Barzelay, 1992); dan "entrepreneurial government" (Osborne and Gaebler, 1992). New Public Management berfokus pada
manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi
kebijakan. Penggunaan paradigma New Public
Management tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah
diantaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan kompetisi tender.
Salah satu model pemerintahan diera New
Public Management adalah model pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler
(1992) yang tertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan konsep "reinventing government'. Perspektif baru
pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut adalah:
1) Pemerintahan Katalis: fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan
publik.
Pemerintah harus menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus terlibat
secara langsung dengan proses produksinya (producing).
Sebaiknya pemerintah memfokuskan diri pada pemberian arahan, sedangkan produksi
pelayanan publik diserahkan pada pihak swasta dan/atau sektor ketiga (lembaga swadaya
masyarakat dan nonprofit lainnya). Produksi pelayanan publik oleh pemerintah
harus dijadikan sebagai pengecualian, dan bukan keharusan: pemerintah hanya
memproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh pihak
non-pemerintah. Pada saat ini, banyak pelayanan publik yang dapat diproduksi oleh
sektor swasta dan sektor ketiga (LSM). Bahkan, pada beberapa negara, penagihan pajak
dan retribusi sudah dikelola oleh pihak non-pemerintah.
2) Pemerintah Milik Masyarakat: memberdayakan masyarakat daripada melayani. Pemerintah
sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga mereka mampu menjadi
masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (self help communty). Sebagai misal, masalah keselamatan umum adalah
juga merupakan tanggung jawab masyarakat, tidak hanya kepolisian. Karenanya,
kepolisian semestinya tidak hanya memperbanyak polisi untuk menanggapi
peristiwa kriminal, tetapi juga membantu warga untuk memecahkan masalah yang menyebabkan
timbulnya tindak kriminal. Contoh lain adalah untuk dapat lebih mengembangkan
usaha kecil, maka sebaiknya berikan wewenang yang optimal pada asosiasi
pengusaha kecil untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
3) Pemerintah yang Kompetitif: menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberianpelayanan
publik. Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan
kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan
kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya. Misalnya pada pelayanan pos negara,
akibat kompetisi yang semakin keras, pelayanan titipan kilat yang disediakan
menjadi relatif semakin cepat daripada kualitasnya dimasa lalu.
4) Pemerintah yang digerakkan oleh Misi: mengubah organisasi yang digerakkan
oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi. Apa yang dapat dan
tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah diatur dalam mandatnya. Namun tujuan
pemerintah bukanlah pada mandatnya melainkan misinya.
5) Pemerintah yang berorientasi Hasil: membiayai hasil bukan masukan. Pada pemerintah
tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit kerja ditentukan oleh kompleksitas
masalah yang dihadapi. Semakin kompleks masalah yang dihadapi, semakin besar pula
dana yang dialokasikan. Kebijakan seperti ini kelihatannya logis dan adil, tapi
yang terjadi adalah, unit kerja tidak punya insentif untuk memperbaiki
kinerjanya. Justru, mereka memiliki peluang baru: semakin lama permasalahan
dapat dipecahkan, semakin banyak dana yang dapat diperoleh. Pemerintah
wirausaha berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentif itu, yaitu
membiayai hasil dan bukan masukan. Pemerintah daerah wirausaha akan mengembangkan
suatu standar kinerja yang mengukur seberapa baik suatu unit kerja mampu
memecahkan permasalahan yang menjadi tanggungjawabnya. Semakin baik kinerjanya,
sernakin banyak pula dana yang akan dialokasikan untuk menggantisemua dana yang
telah dikeluarkan oleh unit kerja tersebut.
6) Pemerintah berorientasi pada Pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan
birokrasi. Pemerintah tradisional seringkali salah dalam mengidentifikasikan
pelanggannya. Penerimaan pajak memang dari masyarakat dan dunia usaha, tetapi pemanfaatannya
harus disetujui oleh DPR/DPRD. Akibatnya, pemerintah seringkali menganggap
bahwa DPR/DPRD dan semua pejabat yang ikut dalam pembahasan anggaran adalah
pelanggannya. Bila DPR/DPRD dan para pejabat eksekutif tidak menomorsatukan
kepentingan kelompoknya, maka hal ini tidak menyebabkan masalah. Tetapi bila mereka
menomorsatukan kepentingan kelompoknya, maka pelanggan yang sebenarnya, yaitu masyarakat,
akan cenderung dilupakan. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah tradisional akan
memenuhi semua kebutuhan dan keinginan birokrasi, sedangkan kepada masyarakat
mereka seringkali menjadi arogan. Pemerintah wirausaha tidak akan seperti itu. la
akan mengidentifikasikan pelanggan yang sesungguhnya. Dengan cara seperti ini, tidak
berarti bahwa pemerintan tidak bertanggungjawab pada dewan legislatif, tetapi
sebaliknya, ia menciptakan sistem pertangungjawaban ganda (dual accountability): kepada legislatif dan masyarakat. Dengan cara
seperti ini, pemerintah tidak akan arogan tetapi secara terus menerus akan
berupaya untuk lebih memuaskan masyarakat
7) Pemerintahan Wirausaha: mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan.
Pemerintah tradisional cenderung tidak berbicara tentang upaya untuk menghasilkan
pendapatan dari aktivitasnya. Padahal, banyak yang bisa dilakukan untuk menghasilkan
pendapatan dari proses penyediaan pelayanan publik. Pemerintah daerah wirausaha
dapat mengembangkan beberapa pusat pendapatan, misalnya: BPS dan Bappeda, yang
dapat menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian;
BUMN/BUMD; pemberian hak guna usaha yang menarik kepada para pengusaha dan
masyarakat; penyertaan modal; dan lain-lain.
8) Pemerintah Antisipatif: berupaya mencegah daripada mengobati. Pemerintah tradisonal
yang birokratis memusatkan diri pada produksi pelayanan publik untuk memecahkan
masalah publik. Pemerintah birokratis cenderung bersifat reaktif: seperti suatu
satuan pemadam kebakaran, apabila tidak ada kebakaran maka tidak akan ada upaya
pemecahan. Pemerintah wirausaha tidak reaktif tetapi proaktif. la tidak hanya
mencoba untuk mencegah masalah tetapi juga berupaya keras untuk mengantisipasi masa
depan. la menggunakan perencanaan strategis untuk menciptakan visi.
9) Pemerintah Desentralisasi: dari hierarkhi menuju partisipatif dan tim
kerja. Lima puluh tahun yang lalu, pemerintahan yang sentralistis dan
hierarkhis sangat diperlukan. pengambilan keputusan harus berasal daripusat, mengikuti
rantai komandonya hingga sampai pada staf yang paling berhubungan dengan masyarakat
dan bisnis. Pada saat itu, sistem tersebut sangat cocok karena teknologi informasi
masih sangat primitif, komunikasi antar berbagai lokasi masih limban, dan aparatur
pemerintah masih relatif belum terdidik (masih sangat membutuhkan petunjuk
langsung atas apa-apa yang harus dilaksanakan). Tetapi pada saat sekarang,
keadaan sudah berubah, perkembangan teknologi sudah sangat maju, kebutuhan/keinginan
masyarakat dan bisnis sudah semakin kompleks, dan staf pemerintah sudah banyak yang
berpendidikan tinggi sekarang ini, pengambilan keputusan harus digeser ke tangan
masyarakat, asosiasi-asosiasi, pelanggan, dan lembaga swadaya masyarakat.
10) Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar: mengadakan perubahan dengan
mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan mekanisme administratif
(sistem prosedur dan pemaksaan). Ada dua cara alokasi sumberdaya, yaitu
mekanisme pasar dan mekanisme administratif. Dari keduanya, mekanisme pasar
terbukti sebagai yang terbaik dalam mengalokasi sumberdaya. Pemerintah
tradisional menggunakan mekanisme administratif, sedangkan pemerintah wirausaha
menggunakan mekanisme pasar. Dalam mekanisme administratif, pemerintah tradisional
menggunakan perintah dan pengendalian, mengeluarkan prosedur dan definisi baku dan
kemudian memerintahkan orang untuk melaksanakannya (sesuai dengan prosedur tersebut).
Dalam mekanisme pasar, pemerintah wirausaha tidak memerintahkan dan mengawasi tetapi
mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan
kegiatan-kegiatan yang merugikan masyarakat. Munculnya konsep New Public Management berpengaruh
langsung terhadap konsep anggaran publik. Salah satu pengaruhnya adalah terjadinya
perubahan sistem anggaran dari model anggaran tradisional menjadi anggaran yang
lebih berorientasi pada kinerja. Berikut iniakan dibahas jenis-jenis anggaran
dengan pendekatan New Public Management.
Pendekatan New Public Management
(NPM)
Tiga macam teknik yang digunakan dalam penyusunan
anggaran dengan pendekatan NPM, adalah Zero
Based Budgeting (ZBB); Planning, Program
and Budgeting system (PPBS); dan Performance
Budgeting (PB) atau Anggaran Kinerja.
1. Zero Based Budgeting (ZBB)
Pada Anggaran dengan teknik zero Based Budgeting (ZBB) mensyaratkan ada 3 prinsip yang harus
diterapkan: a) anggaran diasumsikan dimulai dari nol (zero based) sehingga dapat menghilangkan kelemahan incremental dan line item; b) didasarkan
pada kebutuhan anggaran tahun berjalan, bukan pada anggaran tahun lalu; c) item
anggaran yang sudah tidak relevan dan tidak mendukung pencapaian tujuan dihilangkin
dari struktur anggaran tahun berjalan, dan dimungkinkan untuk memunculkan item
anggaran baru yang dalam anggaran tahun lalu tidak ada.
Konsep Zero Based
Budgeting dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada sistem
anggaran tradisional. Penyusunan anggaran dengan menggunakan konsep Zero Based Budgeting dapat menghilangkan
incrementalism dan line-item karena anggaran diasumsikan mulai
dari nol (zero based). Penyusunan anggaran
yang bersifat incremental mendasarkan
besarnya anggaran tahun ini untuk menetapkan anggaran tahun depan, yaitu dengan
menyesuaikannya dengan tingkat inflasi atau jumlah penduduk. ZBB tidak berpatokan
pada anggaran tahun lalu untuk menyusun anggaran tahun ini, namun penentuan
anggaran didasarkan pada kebutuhan saat ini. Dengan ZBB seolah-olah proses anggaran
dimulai dari hal yang baru sama sekali. ltem anggaran yang sudah tidak relevan dibutuhkan
dan tidak mendukung pencapaian tujuan organisasi dapat hilang dari struktur
anggaran atau mungkin juga muncul item baru.
Proses implementasi ZBB terdiri dari tiga tahap,
yaitu:
1) Ldentifikasi unit-unit keputusan
Struktur organisasi pada dasarnya terdiri dari pusat-pusat
pertanggungjawaban (responsioitity center).
Setiap pusat pertanggungjawaban merupakan unit pembuat keputusan (decision unit) yang salah satu fungsinya
adalah untuk menyiapkan anggaran. Zero Based
Budgeting merupakan sistem anggaran yang berbasis pusat pertanggungjawaban
sebagai dasar perencanaan dan pengendalian anggaran. Suatu unit keputusan
merupakan kumpulan dari unit keputusan level yang lebih kecil. Sebagai contoh, pemerintah
daerah merupakan suatu unit keputusan besar yang dapat dipecah-pecah lagi
menjadi dinas-dinas; dinas-dinas dipecah lagi menjadi subdinas-subdinas;
subdinas dipecah lagi menjadi subprogram, dan sebagainya. Dengan demikian,
suatu pemerintah daerah bisa memiliki ribuan unit keputusan.
2) Penentuan paket-paket keputusan
Setelah dilakukan identifikasi unit-unit keputusan
secara tepat, tahap berikutnya adalah menyiapkan dokumen yang berisi tujuan unit
keputusan dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Dokumen tersebut disebut paket-paket keputusan (decision packages).
Paket keputusan merupakan gambaran komprehensif mengenai
bagian dari aktivitas organisasi atau fungsi yang dapat dievaluasi secara
individual. Paket keputusan dibuat oleh manajer pusat pertanggungjawaban dan harus
menunjukkan secara detail estimasi biaya dan pendapatan yang dinyatakan dalam
bentuk pencapaian tugas dan perolehan manfaat. Secara teoretis, paket-paket
keputusan dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai altematif kegiatan untuk
melaksanakan fungsi unit keputusan dan untuk menentukan perbedaan level usaha pada
tiap-tiap alternatif. Terdapat dua jenis paket keputusan, yaitu:
a. Paket keputusan mutually-exclusive.
Paket keputusan yang bersifat mutually-exclusive adalah paket-paket keputusan yang memiliki fungsi
yang sama. Apabila dipilih salah satu paket kegiatan atau program, maka konsekuensinya
adalah menolak semua alternatif yang lain.
b. Paket keputusan incremental
Paket keputusan incremental
merefleksikan tingkat usaha yang berbeda (dikaitkan dengan biaya) dalam
melaksanakan aktivitas tertentu. Terdapat base
package yang menunjukkan tingkat minimal suatu kegiatan, dan paket lain yang
tingkat aktivitasnya lebih tinggi yang akan berpengaruh terhadap kenaikan level
aktivitas dan juga akan berpengaruh terhadap biaya. Setiap paket memiliki biaya
dan manfaat yang dapat ditabulasikan dengan jelas.
3) Meranking dan mengevaluasi paket keputusan
Jika paket keputusan telah disiapkan, tahap berikutnya
adalah meranking semua paket berdasarkan manfaatnya terhadap organisasi. Tahap ini
merupakan jembatan untuk menuju proses alokasi sumber daya di antara berbagai kegiatan
yang beberapa di antaranya sudah ada dan lainnya baru sama sekali.
Keunggulan ZBB
1. Jika ZBB dilaksanakan dengan baik maka dapat menghasilkan alokasi sumber daya
secara lebih efisien.
2. ZBB berfokus pada value for money
3. Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan
ketidakefektivan biaya
4. Meningkatkan pengetahuan dan motivasi staf dan manajer
5. Meningkatkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan anggaran
6. Merupakan cara yang sistematik untuk menggeser status quo dan mendorong organisasi untuk selalu menguji alternatif
aktivitas dan pola perilaku biaya serta tingkat pengeluaran.
Kelemahan ZBB
1. Prosesnya memakan waktu lama (time
consuming), terlalu teoretis dan tidak
praktis, membutuhkan biaya yang besar, serta menghasilkan kertas kerja yang menumpuk karena pembuatan paket
keputusan.
2. ZBB cenderung menekankan manfaat jangka pendek
3. Implementasi ZBB membutuhkan teknologi yang maju
4. Masalah besar yang dihadapi ZBB adalah pada proses meranking dan mereview paket
keputusan. Me-review ribuan paket keputusan merupakan pekerjaan yang melelahkan
dan membosankan, sehingga dapat mempengaruhi keputusan.
5. Untuk melakukan perankingan paket keputusan dibutuhkan staf yang memiliki keahlian
yang mungkin tidak dimiliki organisasi. ZBB berasumsi bahwa semua staf memiliki
kemampuan untuk mengkalkulasi paket keputusan. Selain itu dalam perankingan
muncul pertimbangan subyektif atau mungkin terdapat tekanan politik sehingga
tidak obyektif lagi.
6. Memungkinkan munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket keputusan harus
masuk dalam anggaran
7. lmplementasi ZBB menimbulkan masalah keperilakuan dalam organisasi
2.
Planning, Programming, and Budgetrng Sysfem (PPBS)
Teknik penganggaran PPBS, merupakan teknik
penganggaran yang didasarkan pada sistem yang berorientasi pada output dan tujuan
dengan penekanan utama pada alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi.
Pemilihan terhadap berbagai alternatif, diputuskan berdasar pertimbangan
obyektif mana yang akan memberikan manfaat paling besar dalam pencapaian tujuan
secara keseluruhan.
PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada
teori sistem yang berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan utamanya
adalah alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi. Sistem anggaran PPBS
tidak mendasarkan pada struktur organisasi tradisional yang terdiri dari
divisi-divisi, namun berdasarkan program, yaitu pengelompokan aktivitas untuk
mencapai tujuan tertentu. PPBS adalah salah satu model penganggaran yang
ditujukan untuk membantu manajemen pemerintah dalam membuat keputusan alokasi
sumber daya secara lebih baik. Hal tersebut disebabkan sumber daya yang
dimiliki pemerintah terbatas jumlahnya, sementara tuntutan masyarakat tidak terbatas
jumlahnya. Dalam keadaaan tersebut pemerintah dihadapkan pada pilihan
alternatif keputusan yang memberikan manfaat paling besar dalam pencapaian
tujuan organisasi secara keseluruhan. PPBS memberikan rerangka untuk membuat
pilihan tersebut.
LangkahJangkah implementasi PPBS meliputi :
1)
Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi
dengan jelas
2) Mengidentifikasi program-program dan kegiatan untuk mencapaitujuan
yang telah ditetapkan
3)
Mengevaluasi berbagai alternatif program dengan menghitung
cost-benefit dari masing-masing Program.
4)
Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan
biaya yang kecil
5)
Alokasi sumber daya ke masing-masing program yang
disetujui.
PPBS mensyaratkan organisasi menyusun rencana jangka panjang
untuk mewujudkan tujuan organisasi melalui program-program. Kuncinya adalah
bahwa program-program yang disusun harus terkait dengan tujuan organisasi dan tersebar
ke seluruh bagian organisasi. Pemerintah harus dapat mengidentifikasi struktur program
dan melakukan analisis program. Struktur program merupakan rerangka untuk mengidentifikasi
keterkaitan antara sumberdaya yang dimiliki dengan aktivitas yang akan
dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi, struktur program merupakan
semacam kerangka bangunan dari desain sistem PPBS. Analisis program terkait
dengan kegiatan menganalisis biaya dan manfaat dari masing-masing program
sehingga dapat dilakukan pilihan. Untuk mendukung hal tersebut PPBS membutuhkan
sistem informasi yang canggih agar dapat memonitor kemajuan dalam pencapaian tujuan
organisasi. Sistem pelaporan anggaran PPBS harus mampu melaporkan hasil (manfaat)
program bukan sekedar jumlah pengeluaran yang telah dilakukan.
Karakteristik PPBS:
1)
Berfokus pada tuiuan dan aktivitas (program) untuk mencapai
tujuan
2) Secara eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun
anggaran yang akan datang karena PPBS berorientasi pada masa depan
3)
Mempertimbangkan semua biaya yang terjadi
4)
Dilakukan analisis secara sistematik atas berbagai
alternatif program, yang meliputi: (a) identifikasi tujuan, (b) identifikasi
secara sistematik alternatif program untuk mencapai tujuan, (c) estimasi biaya
total dari masing-masing alternatif program, dan (d) estimasi manfaat (hasil) yang
ingin diperoleh dari masing-masing alternatif Program.
Kelebihan PPBS
1) Memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari
manajemen puncak ke manajemen
menengah.
2)
Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja
3) Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan
sadar biaya (cost-consciousnes/cost aurareness)
dalam perencanaan program
4) Lintas departemen sehingga dapat meningkatkan
komunikasi, koordinasi, dan kerja sama antar departemen
5)
Menghilangkan program yang overlapping atau bertentangan dengan pencapaian tujuan organisasi
6) PPBS menggunakan teori marginatutility, sehingga mendorong alokasi sumber daya secara
optimal
Kelemahan PPBS
1.
PPBS membutuhkan sistem informasi yang canggih,
ketersediaan data, adanya sistem
pengukuran, dan staf yang memiliki kapabilitas tinggi
2.
lmplementasi PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS
membutuhkan teknologi yang canggih
3.
PPBS bagus secara teori, namun sulit untuk
diimplementasikan
4.
PPBS mengabaikan realitas politik dan realitas
organisasi sebagai kumpulan manusia yang komplek
5.
PPBS merupakan teknik anggaran yang statistically oriented. Penggunaan statistik
terkadang kurang tajam untuk mengukur efektivitas program. Statististik hanya tepat
untuk mengukur beberapa program tertentu saja.
6.
Pengaplikasian PPBS menghadapi masalah teknis. Hal ini
terkait dengan sifat program atau kegiatan yang lintas departemen sehingga
menyulitkan dalam melakukan alokasi biaya. Sementara itu sistem akuntansi
dibuat berdasarkan departemen bukan program.
Masalah utama penggunaan ZBB dan
PPBS
1)
Bounded rationality, keterbatasan dalam menganalisis
semua alternatif untuk melakukan aktivitas.
2)
Kurangnya data untuk membandingkan semua alternatif, terutama
untuk mengukur oufpuf.
3)
Masalah ketidakpastian sumber daya, pola kebutuhan di masa
depan, perubahan politik, dan ekonomi
4)
Pelaksanaan teknik tersebut menimbulkan beban pekerjaan
yang sangat berat.
5)
Kesulitan dalam menentukan tujuan dan perankingan
program terutama ketika terdapat pertentangan kepentingan (conflict of interest).
6)
Seringkali tidak memungkinkan untuk melakukan
perubahan program secara cepat dan tepat.
7) Terdapat hambatan birokrasi dan perlawanan politik yang
besar untuk berubah (resistence to change).
8)
Pelaksanaan teknik tersebut sering tidak sesuai dengan
proses pengambilan keputusan politik. Politik berusaha membuat pelaksanaan lebih
"technocratic" yang hal tersebut
bisa mempengaruhi proses anggaran.
9)
Pada akhirnya, pemerintah beroperasi dalam dunia yang
tidak rasional.
3. Performance Based Budgeting (Anggaran Berbasis Kinerja)
Penggunaan teknik Anggaran Berbasis Kinerja (ABK), sebagaimana
yang sekarang ini, dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan anggaran tradisional khususnya
kelemahan tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja serta
pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik.
Anggaran Berbasis Kinerja merupakan sistem
perencanaan, penganggaran dan evaluasi yang menekankan pada keterkaitan antara
anggaran dengan hasil yang diinginkan. Penerapan penganggaran kinerja harus
dimulai dengan perencanaan kinerja, baik pada level nasional (pemerintah)
maupun level instansi (kementerian/lembaga), yang berisi komitmen tentang
kinerja yang akan dihasilkan, yang dijabarkan dalam program-program dan kegiatan-kegiatan
yang akan dilakukan. Setiap instansi selanjutnya menyusun kebutuhan anggaran
berdasarkan program dan kegiatan yang direncanakan dengan format RKA-KL, yang
selanjutnya dibahas dengan otoritasi anggaran (Departemen Keuangan, Bappenas,
dan DPR). RKA-KL dari keseluruhan kementerian/lembaga menjadi bahan penyusunan
RAPBN bagi pemerintah.
Untuk
menyusun anggaran daerah dengan pendekatan kinerja diperlukan tolok ukur kinerja
setiap unit kinerja yang kemudian diterjemahkan melalui berbagai program dan
kegiatan yang dapat ditentukan satuan ukur dan target kinerja serta standar analisis
belanja (SAB).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar