Senin, 09 Februari 2015

TEKNIK ANGGARAN PUBLIK PENDEKATAN NPM

Era New Public Management
Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektor publik yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut bukan sekedar perubahan kecil dan sederhana. Perubahan tersebut telah mengubah peran pemerintah terutama dalam hal hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Paradigma baru yang muncul dalam manajemen sektor publik tersebut adalah pendekatan New Public Management.
Model New PubIic Management mulai dikenal tahun 1980-an dan kembali populer tahun 1990-an yang mengalami beberapa bentuk inkarnasi, misalnya munculnya konsep "managerialism" (Pollit, 1993); "market-based public administration" (Lan, Zhiyong, and Rosenbloom, 1992); "post-bureaucratic paradigm" (Barzelay, 1992); dan "entrepreneurial government" (Osborne and Gaebler, 1992). New Public Management berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan. Penggunaan paradigma New Public Management tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah diantaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan kompetisi tender.
Salah satu model pemerintahan diera New Public Management adalah model pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan konsep "reinventing government'. Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut adalah:
1)    Pemerintahan Katalis: fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik.
Pemerintah harus menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus terlibat secara langsung dengan proses produksinya (producing). Sebaiknya pemerintah memfokuskan diri pada pemberian arahan, sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan pada pihak swasta dan/atau sektor ketiga (lembaga swadaya masyarakat dan nonprofit lainnya). Produksi pelayanan publik oleh pemerintah harus dijadikan sebagai pengecualian, dan bukan keharusan: pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh pihak non-pemerintah. Pada saat ini, banyak pelayanan publik yang dapat diproduksi oleh sektor swasta dan sektor ketiga (LSM). Bahkan, pada beberapa negara, penagihan pajak dan retribusi sudah dikelola oleh pihak non-pemerintah.
2) Pemerintah Milik Masyarakat: memberdayakan masyarakat daripada melayani. Pemerintah sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga mereka mampu menjadi masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (self help communty). Sebagai misal, masalah keselamatan umum adalah juga merupakan tanggung jawab masyarakat, tidak hanya kepolisian. Karenanya, kepolisian semestinya tidak hanya memperbanyak polisi untuk menanggapi peristiwa kriminal, tetapi juga membantu warga untuk memecahkan masalah yang menyebabkan timbulnya tindak kriminal. Contoh lain adalah untuk dapat lebih mengembangkan usaha kecil, maka sebaiknya berikan wewenang yang optimal pada asosiasi pengusaha kecil untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
3) Pemerintah yang Kompetitif: menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberianpelayanan publik. Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya. Misalnya pada pelayanan pos negara, akibat kompetisi yang semakin keras, pelayanan titipan kilat yang disediakan menjadi relatif semakin cepat daripada kualitasnya dimasa lalu.
4)    Pemerintah yang digerakkan oleh Misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi. Apa yang dapat dan tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah diatur dalam mandatnya. Namun tujuan pemerintah bukanlah pada mandatnya melainkan misinya.
5)    Pemerintah yang berorientasi Hasil: membiayai hasil bukan masukan. Pada pemerintah tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit kerja ditentukan oleh kompleksitas masalah yang dihadapi. Semakin kompleks masalah yang dihadapi, semakin besar pula dana yang dialokasikan. Kebijakan seperti ini kelihatannya logis dan adil, tapi yang terjadi adalah, unit kerja tidak punya insentif untuk memperbaiki kinerjanya. Justru, mereka memiliki peluang baru: semakin lama permasalahan dapat dipecahkan, semakin banyak dana yang dapat diperoleh. Pemerintah wirausaha berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentif itu, yaitu membiayai hasil dan bukan masukan. Pemerintah daerah wirausaha akan mengembangkan suatu standar kinerja yang mengukur seberapa baik suatu unit kerja mampu memecahkan permasalahan yang menjadi tanggungjawabnya. Semakin baik kinerjanya, sernakin banyak pula dana yang akan dialokasikan untuk menggantisemua dana yang telah dikeluarkan oleh unit kerja tersebut.
6)    Pemerintah berorientasi pada Pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi. Pemerintah tradisional seringkali salah dalam mengidentifikasikan pelanggannya. Penerimaan pajak memang dari masyarakat dan dunia usaha, tetapi pemanfaatannya harus disetujui oleh DPR/DPRD. Akibatnya, pemerintah seringkali menganggap bahwa DPR/DPRD dan semua pejabat yang ikut dalam pembahasan anggaran adalah pelanggannya. Bila DPR/DPRD dan para pejabat eksekutif tidak menomorsatukan kepentingan kelompoknya, maka hal ini tidak menyebabkan masalah. Tetapi bila mereka menomorsatukan kepentingan kelompoknya, maka pelanggan yang sebenarnya, yaitu masyarakat, akan cenderung dilupakan. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah tradisional akan memenuhi semua kebutuhan dan keinginan birokrasi, sedangkan kepada masyarakat mereka seringkali menjadi arogan. Pemerintah wirausaha tidak akan seperti itu. la akan mengidentifikasikan pelanggan yang sesungguhnya. Dengan cara seperti ini, tidak berarti bahwa pemerintan tidak bertanggungjawab pada dewan legislatif, tetapi sebaliknya, ia menciptakan sistem pertangungjawaban ganda (dual accountability): kepada legislatif dan masyarakat. Dengan cara seperti ini, pemerintah tidak akan arogan tetapi secara terus menerus akan berupaya untuk lebih memuaskan masyarakat
7)    Pemerintahan Wirausaha: mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan. Pemerintah tradisional cenderung tidak berbicara tentang upaya untuk menghasilkan pendapatan dari aktivitasnya. Padahal, banyak yang bisa dilakukan untuk menghasilkan pendapatan dari proses penyediaan pelayanan publik. Pemerintah daerah wirausaha dapat mengembangkan beberapa pusat pendapatan, misalnya: BPS dan Bappeda, yang dapat menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian; BUMN/BUMD; pemberian hak guna usaha yang menarik kepada para pengusaha dan masyarakat; penyertaan modal; dan lain-lain.
8)    Pemerintah Antisipatif: berupaya mencegah daripada mengobati. Pemerintah tradisonal yang birokratis memusatkan diri pada produksi pelayanan publik untuk memecahkan masalah publik. Pemerintah birokratis cenderung bersifat reaktif: seperti suatu satuan pemadam kebakaran, apabila tidak ada kebakaran maka tidak akan ada upaya pemecahan. Pemerintah wirausaha tidak reaktif tetapi proaktif. la tidak hanya mencoba untuk mencegah masalah tetapi juga berupaya keras untuk mengantisipasi masa depan. la menggunakan perencanaan strategis untuk menciptakan visi.
9)    Pemerintah Desentralisasi: dari hierarkhi menuju partisipatif dan tim kerja. Lima puluh tahun yang lalu, pemerintahan yang sentralistis dan hierarkhis sangat diperlukan. pengambilan keputusan harus berasal daripusat, mengikuti rantai komandonya hingga sampai pada staf yang paling berhubungan dengan masyarakat dan bisnis. Pada saat itu, sistem tersebut sangat cocok karena teknologi informasi masih sangat primitif, komunikasi antar berbagai lokasi masih limban, dan aparatur pemerintah masih relatif belum terdidik (masih sangat membutuhkan petunjuk langsung atas apa-apa yang harus dilaksanakan). Tetapi pada saat sekarang, keadaan sudah berubah, perkembangan teknologi sudah sangat maju, kebutuhan/keinginan masyarakat dan bisnis sudah semakin kompleks, dan staf pemerintah sudah banyak yang berpendidikan tinggi sekarang ini, pengambilan keputusan harus digeser ke tangan masyarakat, asosiasi-asosiasi, pelanggan, dan lembaga swadaya masyarakat.
10) Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar: mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan). Ada dua cara alokasi sumberdaya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme administratif. Dari keduanya, mekanisme pasar terbukti sebagai yang terbaik dalam mengalokasi sumberdaya. Pemerintah tradisional menggunakan mekanisme administratif, sedangkan pemerintah wirausaha menggunakan mekanisme pasar. Dalam mekanisme administratif, pemerintah tradisional menggunakan perintah dan pengendalian, mengeluarkan prosedur dan definisi baku dan kemudian memerintahkan orang untuk melaksanakannya (sesuai dengan prosedur tersebut). Dalam mekanisme pasar, pemerintah wirausaha tidak memerintahkan dan mengawasi tetapi mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan masyarakat. Munculnya konsep New Public Management berpengaruh langsung terhadap konsep anggaran publik. Salah satu pengaruhnya adalah terjadinya perubahan sistem anggaran dari model anggaran tradisional menjadi anggaran yang lebih berorientasi pada kinerja. Berikut iniakan dibahas jenis-jenis anggaran dengan pendekatan New Public Management.

Pendekatan New Public Management (NPM)
Tiga macam teknik yang digunakan dalam penyusunan anggaran dengan pendekatan NPM, adalah Zero Based Budgeting (ZBB); Planning, Program and Budgeting system (PPBS); dan Performance Budgeting (PB) atau Anggaran Kinerja.

1.    Zero Based Budgeting (ZBB)
Pada Anggaran dengan teknik zero Based Budgeting (ZBB) mensyaratkan ada 3 prinsip yang harus diterapkan: a) anggaran diasumsikan dimulai dari nol (zero based) sehingga dapat menghilangkan kelemahan incremental dan line item; b) didasarkan pada kebutuhan anggaran tahun berjalan, bukan pada anggaran tahun lalu; c) item anggaran yang sudah tidak relevan dan tidak mendukung pencapaian tujuan dihilangkin dari struktur anggaran tahun berjalan, dan dimungkinkan untuk memunculkan item anggaran baru yang dalam anggaran tahun lalu tidak ada.
Konsep Zero Based Budgeting dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada sistem anggaran tradisional. Penyusunan anggaran dengan menggunakan konsep Zero Based Budgeting dapat menghilangkan incrementalism dan line-item karena anggaran diasumsikan mulai dari nol (zero based). Penyusunan anggaran yang bersifat incremental mendasarkan besarnya anggaran tahun ini untuk menetapkan anggaran tahun depan, yaitu dengan menyesuaikannya dengan tingkat inflasi atau jumlah penduduk. ZBB tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu untuk menyusun anggaran tahun ini, namun penentuan anggaran didasarkan pada kebutuhan saat ini. Dengan ZBB seolah-olah proses anggaran dimulai dari hal yang baru sama sekali. ltem anggaran yang sudah tidak relevan dibutuhkan dan tidak mendukung pencapaian tujuan organisasi dapat hilang dari struktur anggaran atau mungkin juga muncul item baru.
Proses implementasi ZBB terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1)    Ldentifikasi unit-unit keputusan
Struktur organisasi pada dasarnya terdiri dari pusat-pusat pertanggungjawaban (responsioitity center). Setiap pusat pertanggungjawaban merupakan unit pembuat keputusan (decision unit) yang salah satu fungsinya adalah untuk menyiapkan anggaran. Zero Based Budgeting merupakan sistem anggaran yang berbasis pusat pertanggungjawaban sebagai dasar perencanaan dan pengendalian anggaran. Suatu unit keputusan merupakan kumpulan dari unit keputusan level yang lebih kecil. Sebagai contoh, pemerintah daerah merupakan suatu unit keputusan besar yang dapat dipecah-pecah lagi menjadi dinas-dinas; dinas-dinas dipecah lagi menjadi subdinas-subdinas; subdinas dipecah lagi menjadi subprogram, dan sebagainya. Dengan demikian, suatu pemerintah daerah bisa memiliki ribuan unit keputusan.
2)    Penentuan paket-paket keputusan
Setelah dilakukan identifikasi unit-unit keputusan secara tepat, tahap berikutnya adalah menyiapkan dokumen yang berisi tujuan unit keputusan dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dokumen tersebut disebut paket-paket keputusan (decision packages).
Paket keputusan merupakan gambaran komprehensif mengenai bagian dari aktivitas organisasi atau fungsi yang dapat dievaluasi secara individual. Paket keputusan dibuat oleh manajer pusat pertanggungjawaban dan harus menunjukkan secara detail estimasi biaya dan pendapatan yang dinyatakan dalam bentuk pencapaian tugas dan perolehan manfaat. Secara teoretis, paket-paket keputusan dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai altematif kegiatan untuk melaksanakan fungsi unit keputusan dan untuk menentukan perbedaan level usaha pada tiap-tiap alternatif. Terdapat dua jenis paket keputusan, yaitu:
a.    Paket keputusan mutually-exclusive.
Paket keputusan yang bersifat mutually-exclusive adalah paket-paket keputusan yang memiliki fungsi yang sama. Apabila dipilih salah satu paket kegiatan atau program, maka konsekuensinya adalah menolak semua alternatif yang lain.
b.    Paket keputusan incremental
Paket keputusan incremental merefleksikan tingkat usaha yang berbeda (dikaitkan dengan biaya) dalam melaksanakan aktivitas tertentu. Terdapat base package yang menunjukkan tingkat minimal suatu kegiatan, dan paket lain yang tingkat aktivitasnya lebih tinggi yang akan berpengaruh terhadap kenaikan level aktivitas dan juga akan berpengaruh terhadap biaya. Setiap paket memiliki biaya dan manfaat yang dapat ditabulasikan dengan jelas.
3)    Meranking dan mengevaluasi paket keputusan
Jika paket keputusan telah disiapkan, tahap berikutnya adalah meranking semua paket berdasarkan manfaatnya terhadap organisasi. Tahap ini merupakan jembatan untuk menuju proses alokasi sumber daya di antara berbagai kegiatan yang beberapa di antaranya sudah ada dan lainnya baru sama sekali.

Keunggulan ZBB
1.  Jika ZBB dilaksanakan dengan baik maka dapat menghasilkan alokasi sumber daya secara lebih efisien.
2.    ZBB berfokus pada value for money
3.    Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan ketidakefektivan biaya
4.    Meningkatkan pengetahuan dan motivasi staf dan manajer
5.    Meningkatkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan anggaran
6.    Merupakan cara yang sistematik untuk menggeser status quo dan mendorong organisasi untuk selalu menguji alternatif aktivitas dan pola perilaku biaya serta tingkat pengeluaran.

Kelemahan ZBB
1.    Prosesnya memakan waktu lama (time consuming), terlalu teoretis dan tidak praktis, membutuhkan biaya yang besar, serta menghasilkan kertas kerja yang menumpuk karena pembuatan paket keputusan.
2.    ZBB cenderung menekankan manfaat jangka pendek
3.    Implementasi ZBB membutuhkan teknologi yang maju
4.    Masalah besar yang dihadapi ZBB adalah pada proses meranking dan mereview paket keputusan. Me-review ribuan paket keputusan merupakan pekerjaan yang melelahkan dan membosankan, sehingga dapat mempengaruhi keputusan.
5.    Untuk melakukan perankingan paket keputusan dibutuhkan staf yang memiliki keahlian yang mungkin tidak dimiliki organisasi. ZBB berasumsi bahwa semua staf memiliki kemampuan untuk mengkalkulasi paket keputusan. Selain itu dalam perankingan muncul pertimbangan subyektif atau mungkin terdapat tekanan politik sehingga tidak obyektif lagi.
6.  Memungkinkan munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket keputusan harus masuk dalam anggaran
7.    lmplementasi ZBB menimbulkan masalah keperilakuan dalam organisasi

2.    Planning, Programming, and Budgetrng Sysfem (PPBS)
Teknik penganggaran PPBS, merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada sistem yang berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan utama pada alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi. Pemilihan terhadap berbagai alternatif, diputuskan berdasar pertimbangan obyektif mana yang akan memberikan manfaat paling besar dalam pencapaian tujuan secara keseluruhan.
PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori sistem yang berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan utamanya adalah alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi. Sistem anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur organisasi tradisional yang terdiri dari divisi-divisi, namun berdasarkan program, yaitu pengelompokan aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu. PPBS adalah salah satu model penganggaran yang ditujukan untuk membantu manajemen pemerintah dalam membuat keputusan alokasi sumber daya secara lebih baik. Hal tersebut disebabkan sumber daya yang dimiliki pemerintah terbatas jumlahnya, sementara tuntutan masyarakat tidak terbatas jumlahnya. Dalam keadaaan tersebut pemerintah dihadapkan pada pilihan alternatif keputusan yang memberikan manfaat paling besar dalam pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. PPBS memberikan rerangka untuk membuat pilihan tersebut.
LangkahJangkah implementasi PPBS meliputi :
1)    Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas
2)  Mengidentifikasi program-program dan kegiatan untuk mencapaitujuan yang telah ditetapkan
3)    Mengevaluasi berbagai alternatif program dengan menghitung cost-benefit dari masing-masing Program.
4)    Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil
5)    Alokasi sumber daya ke masing-masing program yang disetujui.

PPBS mensyaratkan organisasi menyusun rencana jangka panjang untuk mewujudkan tujuan organisasi melalui program-program. Kuncinya adalah bahwa program-program yang disusun harus terkait dengan tujuan organisasi dan tersebar ke seluruh bagian organisasi. Pemerintah harus dapat mengidentifikasi struktur program dan melakukan analisis program. Struktur program merupakan rerangka untuk mengidentifikasi keterkaitan antara sumberdaya yang dimiliki dengan aktivitas yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi, struktur program merupakan semacam kerangka bangunan dari desain sistem PPBS. Analisis program terkait dengan kegiatan menganalisis biaya dan manfaat dari masing-masing program sehingga dapat dilakukan pilihan. Untuk mendukung hal tersebut PPBS membutuhkan sistem informasi yang canggih agar dapat memonitor kemajuan dalam pencapaian tujuan organisasi. Sistem pelaporan anggaran PPBS harus mampu melaporkan hasil (manfaat) program bukan sekedar jumlah pengeluaran yang telah dilakukan.

Karakteristik PPBS:
1)    Berfokus pada tuiuan dan aktivitas (program) untuk mencapai tujuan
2) Secara eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan datang karena PPBS berorientasi pada masa depan
3)    Mempertimbangkan semua biaya yang terjadi
4)    Dilakukan analisis secara sistematik atas berbagai alternatif program, yang meliputi: (a) identifikasi tujuan, (b) identifikasi secara sistematik alternatif program untuk mencapai tujuan, (c) estimasi biaya total dari masing-masing alternatif program, dan (d) estimasi manfaat (hasil) yang ingin diperoleh dari masing-masing alternatif Program.

Kelebihan PPBS
1)  Memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari manajemen puncak ke manajemen menengah.
2)    Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja
3)  Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya (cost-consciousnes/cost aurareness) dalam perencanaan program
4) Lintas departemen sehingga dapat meningkatkan komunikasi, koordinasi, dan kerja sama antar departemen
5)    Menghilangkan program yang overlapping atau bertentangan dengan pencapaian tujuan organisasi
6)   PPBS menggunakan teori marginatutility, sehingga mendorong alokasi sumber daya secara optimal

Kelemahan PPBS
1.    PPBS membutuhkan sistem informasi yang canggih, ketersediaan data, adanya sistem pengukuran, dan staf yang memiliki kapabilitas tinggi
2.    lmplementasi PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS membutuhkan teknologi yang canggih
3.    PPBS bagus secara teori, namun sulit untuk diimplementasikan
4.    PPBS mengabaikan realitas politik dan realitas organisasi sebagai kumpulan manusia yang komplek
5.    PPBS merupakan teknik anggaran yang statistically oriented. Penggunaan statistik terkadang kurang tajam untuk mengukur efektivitas program. Statististik hanya tepat untuk mengukur beberapa program tertentu saja.
6.    Pengaplikasian PPBS menghadapi masalah teknis. Hal ini terkait dengan sifat program atau kegiatan yang lintas departemen sehingga menyulitkan dalam melakukan alokasi biaya. Sementara itu sistem akuntansi dibuat berdasarkan departemen bukan program.

Masalah utama penggunaan ZBB dan PPBS
1)    Bounded rationality, keterbatasan dalam menganalisis semua alternatif untuk melakukan aktivitas.
2)    Kurangnya data untuk membandingkan semua alternatif, terutama untuk mengukur oufpuf.
3)    Masalah ketidakpastian sumber daya, pola kebutuhan di masa depan, perubahan politik, dan ekonomi
4)    Pelaksanaan teknik tersebut menimbulkan beban pekerjaan yang sangat berat.
5)    Kesulitan dalam menentukan tujuan dan perankingan program terutama ketika terdapat pertentangan kepentingan (conflict of interest).
6)    Seringkali tidak memungkinkan untuk melakukan perubahan program secara cepat dan tepat.
7)  Terdapat hambatan birokrasi dan perlawanan politik yang besar untuk berubah (resistence to change).
8)    Pelaksanaan teknik tersebut sering tidak sesuai dengan proses pengambilan keputusan politik. Politik berusaha membuat pelaksanaan lebih "technocratic" yang hal tersebut bisa mempengaruhi proses anggaran.
9)    Pada akhirnya, pemerintah beroperasi dalam dunia yang tidak rasional.

3.    Performance Based Budgeting (Anggaran Berbasis Kinerja)
Penggunaan teknik Anggaran Berbasis Kinerja (ABK), sebagaimana yang sekarang ini, dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan anggaran tradisional khususnya kelemahan tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja serta pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik.
Anggaran Berbasis Kinerja merupakan sistem perencanaan, penganggaran dan evaluasi yang menekankan pada keterkaitan antara anggaran dengan hasil yang diinginkan. Penerapan penganggaran kinerja harus dimulai dengan perencanaan kinerja, baik pada level nasional (pemerintah) maupun level instansi (kementerian/lembaga), yang berisi komitmen tentang kinerja yang akan dihasilkan, yang dijabarkan dalam program-program dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. Setiap instansi selanjutnya menyusun kebutuhan anggaran berdasarkan program dan kegiatan yang direncanakan dengan format RKA-KL, yang selanjutnya dibahas dengan otoritasi anggaran (Departemen Keuangan, Bappenas, dan DPR). RKA-KL dari keseluruhan kementerian/lembaga menjadi bahan penyusunan RAPBN bagi pemerintah.
Untuk menyusun anggaran daerah dengan pendekatan kinerja diperlukan tolok ukur kinerja setiap unit kinerja yang kemudian diterjemahkan melalui berbagai program dan kegiatan yang dapat ditentukan satuan ukur dan target kinerja serta standar analisis belanja (SAB).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar