Sebelum diterapkan Anggaran Berbasis Kinerja, penentuan besarnya pengeluaran
atau alokasi dana untuk suatu kegiatan oleh suatu unit kerja selama ini
dilakukan dengan menggunakan pendekatan anggaran tradisional. Anggaran tradisional
merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan di negara berkembang dewasa ini.
Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu: (a) cara penyusunan
anggaran yang didasarkan atas pendekalan incrementalism dan (b) struktur dan
susunan anggaran yang bersifat line-item. Ciri lain yang melekat pada pendekatan
anggaran tradisional tersebut adalah: (c) cenderung sentralistis; (d) bersifat
spesifikasi; (e) tahunan; dan (f) menggunakan prinsip anggaran bruto. Struktur
anggaran tradisional dengan ciri-ciri tersebut tidak mampu mengungkapkan besarnya
dana yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan bahkan anggaran tradisional
tersebut gagal dalam memberikan informasi tentang besarnya rencana kegiatan
(Mardiasmo 2002). Oleh karena tidak tersedianya informasi-informasi penting
tersebut, maka satu-satunya tolok ukur yang digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah
tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.
lncrementalism
Dalam pendekatan ini, anggaran disusun secara incremental, yaitu hanya dengan menambah atau mengurangi besar
anggaran pada masing-masing item yang sudah ada dalam anggaran tahun sebelumnya.
Penambahan atau pengurangan anggaran untuk masing-masing item pada umumnya
hanya didasarkan kepada perkiraan proporsi perubahan totalanggaran daritahun sebelumnya
ke tahun anggaran yang sedang disusun. Penyusunan anggaran tradisionalyang bersifat
incrementalism ini dilakukan dengan
cara menambah atau mengurang jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah
ada sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan
besarnya penambahan atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang mendalam.
Pendekatan semacam ini bukan saja tidak/belum menjamin terpenuhinya kebutuhan
riil, namun juga dapat mengakibatkan kesalahan yang terus berlanjut. Hal ini disebabkan
karena tidak dipahami apakah pengeluaran periode sebelumnya yang dijadikan sebagai
tahun dasar penyusunan anggaran tahun ini telah didasarkan atas kebutuhan yang
wajar. Anggaran tradisional yang bersifat "Incrementalism" cenderung menerima konsep harga pokok
pelayanan historis (historic Gost af service)
tanpa memperhatikan pertanyaan seperti:
1) Apakah pelayanan tertentu yang dibiayai dengan pengeluaran pemerintah masih
dibutuhkan atau masih menjadi prioritas?
2) Apakah pelayanan yang diberikan telah terdistribusi secara adil dan merata di
antara kelompok masyarakat?
3) Apakah pelayanan diberikan secara ekonomis dan efisien?
4) Apakah pelayanan yang diberikan mempengaruhi pola kebutuhan publik?
Akibat digunakannya harga pokok pelayanan historis tersebut adalah suatu
item program, atau kegiatan akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya
meskipun sebenarnya item tersebut sudah tidak relevan dibutuhkan. Perubahan
anggaran hanya menyentuh jumlah nominal rupiah yang disesuaikan dengan tingkat infkasi,
jumlah penduduk, dan penyesuaian lainnya.
Pendekatan incremental juga tidak
memungkinkan untuk menghilangkan item—item penerimaan dan pengeluaran yang
telah ada dalam anggaran tahun sebelumnya walaupun untuk tahun anggaran yang
sedang disusun sebenarnya tidak relevan lagi. Akibatnya, pada akhir tahun tidak
jarang terjadi inefisiensi anggaran yang pengalokasiannya didasarkan pada
aktivitas-aktivitas yang kurang penting. Penilaian kinerja secara akuratpun juga
mustahil dilakukan, karena tolok ukur kinerja yang digunakan semata-mata
hanyalah ketaatan dalam menggunakan dana yang telah dialokasikan. Kinerja
dinilai berdasarkan habis atau tidaknya anggaran, bukan berdasarkan output yang
dihasilkan dari aktivitas yang dilakukan serta target kinerja yang dikehendaki (out come).
Line Item
Anggaran tradisional juga disusun dalam suatu struktur yang dibentuk dengan
pendekatan line item, yang semata-mata
didasarkan kepada sifat dari penerimaan dan pengeluaran. Metode line-item
budget tidak memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan atau
pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun sebenarnya secara riil
item tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada periode sekarang.
Karena sifatnya yang demikian, penggunaan anggaran tradisional tidak
memungkinkan untuk dilakukan penilaian kinerja secara akurat, karena satu-satunya
tolok ukur yang dapat digunakan adalah semata-mata pada ketaatan dalam
menggunakan dana yang diusulkan.
Penyusunan anggaran dengan menggunakan struktur line-item dilandasi alasan adanya orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan
untuk mengontrol pengeluaran. Berdasarkan hal tersebut, anggaran tradisional
disusun atas dasar sifat penerimaan dan pengeluaran, seperti misalnya pendapatan
dari pemerintah atasan, pendapatan dari pajak, atau pengeluaran untuk gaji,
pengeluaran untuk belanja barang, dan sebagainya, bukan berdasar pada tujuan
yang ingin dicapai dengan pengeluaran yang dilakukan.
Konsekuensi logis dari kedua pendekatan ini (incrementalism dan line-item)
adalah terjadinya overfinancing atau underfinancing pada suatu unit kerja. Menyadari
kelemahan tersebut dan agar pengeluaran anggaran daerah berdasarkan pada
kewajaran ekonomi, efisien dan efektif maka sistem penganggaran diubah menjadi sistem
anggaran kinerja. Dengan menggunakan anggaran kinerja tersebut mak anggaran daerah
akan lebih transparan, adil dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kelemahan Anggaran Tradisional
Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak adanya perhatia
terhadap konsep value for money.
Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas seringkali tidak dijadikan pertimbangan
dalam penyusunan anggaran tradisional. Dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep
value for money ini, seringkali pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan
anggaran yang pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada aktivitis-aktivitas
yang sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan. Aktivitas-aktivitas susulan ini
semata-mata dimaksudkan untuk menghabiskan sisa anggaran. Apabila hal tersebut
tidak dilakukan akan berdampak pada alokasi anggaran tahun berikutnya. Hal ini disebabkan
karena pada pendekatan tradisional, kinerja dinilai berdasarkan habis tidaknya
anggaran yang diajukan dan bukan berdasarkan pada pertimbangan output yang dihasilkan
dari aktivitas yang dilakukan dibandingkan dengan target kinerja yang
dikehendaki (outcome). Dilihat dari berbagai sudut pandang, metode penganggaran
tradisional memiliki beberapa kelemahan, antara lain: (Mardiasmo, 2002)
1) Hubungan yang tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana
pembangunan jangka panjang.
2) Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak pernah
diteliti secara menyeluruh efektivitasnya
3) Lebih berorientasi pada input daripada output. Hal tersebut menyebabkan anggaran
tradisional tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat kebijakan dan pilihan
sumberdaya, atau memonitor kinerja. Kinerja dievaluasi dalam bentuk apakah dana
telah habis dibelanjakan, bukan apakah tujuan tercapai.
4) Sekat-sekat antar departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara keseluruhan
sulit dicapai. Keadaan tersebut berpeluang menimbulkan konflik, overlapping, kesenjangan,
dan persaingan antar departemen.
5) Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi.
6) Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tahunan tersebut sebenarnya
terlalu pendek, terutama untuk proyek modal dan hal tersebut dapat mendorong praktik-praktik
yang tidak diinginkan (korupsi dan kolusi)
7) Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak memadai
menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya adalah munculnya budget padding atau budgetary slack.
8) Persetujuan anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme pengendalian
untuk pengeluaran yang sesuai, Seperti seringnya dilakukan revisi anggaran dan
manipulasi anggaran.
9) Aliran informasi (sistem informasi finansial)
yang tidak memadai yang menjadi dasar mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi
masalah dan tindakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar