Pembangunan daerah merupakan serangkaian kegiatan dari dan untuk masyarakat
yang dilaksanakan oleh masyarakat bersama dengan pemerintah daerah dalam seluruh
aspek kehidupan masyarakat di daerah secara berencana, bertahap, dan berkesinambungan
diselaraskan dengan kondisi, potensi, dan aspirasi yang berkembang di daerah.
Oleh karena itu seluruh gerak, arah, dan semangat pembangunan di daerah merupakan
upaya pengamalan sila-sila Pancasila secara serasi dan seimbang sebagai
kesatuan yang utuh dalam wadah Negara Kesatuan Republik lndonesia.
Sejalan dengan makna tersebut, pembangunan daerah juga bertujuan untuk mewujudkan
suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur, yang merata secara materiil dan spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta bertujuan mengembangkan
potensi daerah secara optimal.
Pola pemerintahan yang bersifat sentralistik selama lebih darl 4 (empat) dasawarsa
jelas mengurangi potensi daerah untuk bisa mandiri dan berprakarsa serta meminimalkan
kreativitas daerah dalam pengelolaan pembangunan daerah Dominasi pola top-down planning dengan berbagai
petunjuk dari pusat kepada daerah telah melahirkan authority-based organization dengan kultur birokrasi daerah yang berorientasi
ke pusat.
Melihat kondisi yang ada di daerah sekarang, masih banyak pembenahan yang harus
dilakukan untuk menciptakan pemerintahan yang benar-benar siap menjalankan otonomi
daerah dengan tingkat kualitas pelayanan publik yang lebih memadai. Berkenaan
dengan hal tersebut, untuk menciptakan pemerintahan daerah dengan kapasitas
serta kapabilitas yang diperlukan guna melaksanakan otonomi yang seluas-luasnya,
beberapa variabel yang harus dipertimbangkan meliputi (1) Kejelasan mengenai struktur
organisasi yang mengatur batas wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah otonom, (2) Wadah
keiembagaan yang akan mengemban wewenang dan tanggung jawab tersebut, (3) Personalia
atau sumber daya profesional yang akan mengelola lembaga tersebut, (4) Kuaiitas
kinerja pengelolaan keuangan daerah untuk membiayai urusan-urusan tersebut, (5)
Pemberdayaan legislatif sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah, dan (6) Peningkatan
kemampuan stratejik, manajeriai, dan operasional dalam melaksanakan baik setiap
urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah maupun urusan
pemerintahan daerah yang bersipat pilihan.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SP2N) pada dasarnya mengamanatkan bahwa perencanaan pembangunan
daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan nasional dengan tujuan
untuk menjamin adanya keterkaitan & konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan serta pengendalian, & pengawasan.
Revitalisasi perencanaan pembangunan jangka panjang sebagaimana ditetapkan dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tersebut merupakan salah satu pendekatan penting
untuk menunjang kesinambungan pembangunan nasional serta dapat mendorong efektivitas
dan efisiensi melalui sinkronisasi dan peningkatan sinergi program antara pusat
dengan daerah serta program pembangunan lintas sektor di daerah.
Yang dimaksud dengan sinkronisasi ini adalah keselarasan antara program dan
kegiatan pemerintah dengan kebijakan pemerintah daerah yang diformulasikan
dalam Rancangan KUA serta Rancangan PPAS. Oleh karena itu perlu ada keterkaitan
antara sasaran program dan kegiatan pemerintah dengan pemerintah provinsi/kabuapten/kota
serta program dan kegiatan pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota.
Lagi pula, dalam kondisi sosial politik dan pasar domestik maupun
lingkungan strategis global yang cepat berubah dan penuh tantangan, keberadaan visi,
misi strategik maupun kontrak politik jangka menengah antara eksekutif dengan
legislatif berupa kerangka anggaran jangka menengah adalah sangat penting.
Dengan sinkronisasi dan peningkatan sinergi program antara pusat dengan
daerah serta program pembangunan lintas sektor di daerah, maka dapat dicapai
tujuan-tujuan berikut:
1) Mencapai sinergitas sesuai kewenangan provinsi dan kabupaten/kota
2) Menghindari tumpang tindih pendanaan antara urusan yang menjadi tanggung
jawab pemerintah dan pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota
3) Efektivitas & efisiensi anggaran daerah
Sistem perencanaan pembangunan daerah mengalami perubahan mendasar seiring
dengan tuntutan bidang politik, pemerintahan, dan pengelolaan keuangan negara. Sistem
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung akan diikuti pada tata cara
pemilihan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota). Undang-undang Nomor 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah mengisyaratkan bahwa Gubernur, Bupati, dan
Walikota akan dipilih secara langsung. Paparan visi, misi, dan program Kepala
Daerah terpilih akan menjadi bahan utama penyusunan agenda kerja selama 5 (lima)
tahun ke depan yang dituangkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, juga menegaskan bahwa Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) disusun berpedoman pada Rencana
Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan memperhatikan Rencana Jangka Menengah Nasional.
Reformasi pengelolaan keuangan negara ditandai dengan bergulirnya UU Nomor
17 tahun 2003, UU Nomor 1 tahun 2004 dan UU Nomor 15 tahun 2004 yang telah
mengisyaratkan terjadinya perubahan mendasar terhadap perencanaan dan
penganggaran di daerah.
Perubahan-perubahan tersebut mencakup:
1) Pertama, perencanaan program kerja dan kegiatan menjadi satu kesatuan
dengan perencanaan anggaran sehingga program kerja dan kegiatan yang direncanakan
akan sesuai dengan kemampuan pembiayaan yang tersedia. Oleh karena itu perencanaan
jangka menengah daerah harus dilengkapi dengan dokumen perencanaan pembiayaan
jangka menengah (medium term expenditure framework).
2) Kedua; mengisyaratkan kepada seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah/SKPD (seluruh
dinas, badan, lembaga dan kantor) untuk melaksanakan program kerja dan kegiatan
berdasarkan tugas pokok dan fungsi masing-masing SKPD (instansi/lembaga) di
tiap tingkat pemerintahan.
3) Ketiga; Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dikelola berdasarkan prestasi
kerja/anggaran kinerja, yang berarti program kerja dan kegiatan yang direncanakan
dalam format APBD harus dirumuskan secara jelas dan terukur (input, output dan outcome-nya)
4) Keempat; Penjelasan UU Nomor 17 tahun 2003 telah menegaskan bahwa fungsi pemerintahan
di Pusat terdiri dari 11 fungsi (pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan
keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan & fasilitas umum, kesehatan,
pariwisata & budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial. Sedangkan pemerintahan
di Daerah terdiri 9 fungsi tanpa fungsi pertahanan dan agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar