Keseriusan pemerintah dalam menciptakan pemerintahan yang baik (good governance) diwujudkan dengan keterbukaan pemerintah di dalam menyelenggarakan pengelolaan keuangan Negara dan akuntabilitas. Hal ini nampak dari terbitnya berbagai macam perundang-undangan mengenai keuangan Negara.
Sesuai dengan amanat pasal 23C UUD tahun 1945, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara telah menjabarkan aturan pokok tentang asas-asas pokok pengelolaan keuangan Negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, asas spesialitas, dan asas-asas baru, sebagai cerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan Negara, meliputi:
1. Akuntabilitas berorientasi pada hasil
2. Profesionalitas
3. Proporsionalitas
4. Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara
5. Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri
Pada UU Nomor 17 tahun 2003 pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Di dalam melaksanakan tugas pengelolaan keuangan Negara tersebut, Presiden mengkuasakan kepada (Pasal 6 ayat 2):
1. Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan
2. Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Kementrian/lembaga yang dipimpinnya
3. Gubemur/Bupati/Walikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah selaku Pengelola Keuangan Daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Menteri Keuangan dalam rangka pengelolaan fiskal mempunyai kewajiban menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN (UU Nomor 17 tahun 2003 pasal 8 huruf g) dan Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Kementrian/Lembaga yang dipimpinnya juga mempunyai tugas menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementrian/lembaga yang dipimpinnya (UU Nomor 17 tahun 2003 pasal 9 huruf g). Sedangkan Pengelola Keuangan Daerah selaku Pejabat Pengelola APBD dan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Daerah. Salah satu tugas pejabat pengelola APBD (UU Nomor 17 tahun 2003 pasal 10 ayat 2 huruf e). Demikian juga Pejabat pengguna Anggaran mempunyai tugas menyusun dan menyampaikan laporan keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang dipimpinnya (UU Nomor 17 tahun 2003 pasal 10 ayat 2 huruf e).
Laporan Keuangan disajikan kepada pemangku kepentingan untuk membantu pengambilan keputusan yang Iebih berkualitas. Oleh karena itu laporan keuangan pemerintah daerah harus disajikan dengan tepat waktu dan dapat diandalkan. Pemangku kepentingan itu antara lain adalah masyarakat sebagai pembayar pajak daerah, pemberi dana bantuan (donor), investor, masyarakat pengguna jasa pelayanan publik yang disediakan pemerintah daerah, karyawan/pegawai pemda, penyedia barang atau jasa (pelaku bisnis di daerah), DPRD, masyarakat pemilih, badan pengawas dan advokasi, lembaga perating (rating aencies), para analis ekonomi dan keuangan, pemerintah pusat, pemerintah daerah lain, lembaga-lembaga internasional, dan manajemen sendiri.
Dalam undang-undang telah ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD yang disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya meliputi :
a. Laporan Realisasi Anggaran,
b. Neraca
c. Laporan Arus Kas dan
d. Catatan atas Laporan Keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah.
Tujuan umum pelaporan keuangan Pemerintah adalah untuk menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya (SAP Nomor 1 Par:9):
1. Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;
2. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;
3. Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya ekonomi;
4. Menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya;
5. Menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;
6. Menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintahan ;
7. Menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.
Setiap pemangku kepentingan tersebut memiliki kebutuhan dan kepentingan yang berbeda-beda terhadap informasi keuangan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah.
Penyajian laporan keuangan menjadi salah satu bentuk perlanggungjawaban secara tertulis atas kinerja keuangan yang telah dicapai. Penyajian laporan keuangan merupakan salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas pengelolaan keuangan publik. Dengan demikian ketiadaan laporan keuangan menunjukkan lemahnya akuntabilitas. Lemahnya akuntabilitas menunjukkan lemahnya sistem yang berimbas pada membudayanya berbagai penyelewengan seperti korupsi yang sistemik. Oleh karena itu untuk mengurangi tingkat penyelewengan yang kerap terjadi di instansi sektor publik, salah saiu caranya adalah dengan cara membudayakan prinsip akuntabilitas yang berarti bahwa pengelolaan keuangan pemerintah harus memberikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, hasil dari suatu kegiatan yang dianggarkan dan dapat dipertanggungjawabkan dengan benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar